Free MusicNotes Cursors at www.totallyfreecursors.com
WELCOME TO MY BLOG

Kamis, 21 Desember 2017

Experience in Tirsa's Life


Saya selalu dijuluki anak yang tidak pernah merasa lelah karena selalu mengikuti banyak kegiatan. Dari SD hingga SMA bahkan kuliah saya selalu mengikuti kegiatan didalam maupun diluar sekolah untuk menambah pengalaman, mengeskplore kemampuan atau bahkan mendalami kemampuan tersebut.
Sejak kecil tepatnya TK saya sudah sadar jika saya menyukai seni, terutama seni tari dan musik. TK kecil saya di Denpasar-Bali, disana saya mengikuti ekstrakulikuler tari tradisional Bali. Kenaikan  kelas menjadi TK besar saya pindah ke Jawa Tengah tepatnya Kabupaten Pemalang. Di TK tersebut saya mengikuti ekstrakulikuler tari modern dance dan marching band, saya dan teman-teman pun sering tampil di acara luar sekolah. Tidak berhenti disitu saja, saat SD saya tetap melanjutkan ekstrakulikuler marching band di kelas 3 hingga 5 walaupun tidak sampai selesai di kelas 6. Semasa SD, saya selalu menjadi instruktur senam yang dilakukan setiap hari Jum’at. Saat kelas 6, ada pentas seni untuk pengambilan nilai seni dan kelompok saya akhirnya menampilkan akustikan. Dalam pensi tersebut saya memainkan gitar bersama 3 teman lainnya yang sama-sama belajar secara otodidak khusus tuntuk pengambilan nilai. Jujur saja itu susah karna pertama kalinya saya harus memainkan gitar dengan dua buah lagu dalam waktu latihan yang tidak panjang dan syukurnya kelompok kami mendapatkan nilai yang bagus.
Tidak hanya di dalam sekolah, di gereja pun saya terpilih menjadi penari tambourine dan pemain musik keyboard. Awal mula saya bisa menjadi penari tamborin karna diminta untuk menjadi penari pernikahan salah satu jemaat digereja. Kebetulan saat  itu, penari tambourine sudah pada pensiun karna sudah pada pergi merantau ke tempat kuliah. Semenjak saat itu hingga sekarang saya selalu menari dalam acara hari besar yang gereja laksanakan. Tarian tamborin menurut saya berbeda dengan tarian pada umumnya. Setiap penari tamborin tidak hanya harus bisa menari menggunakan alat apa saja atau mengikuti ketukan lagu, tetapi juga harus bisa memiliki rendah hati dan hati yang tulus. Karna menari tambourine bukan untuk menyenangkan diri sendiri atau orang lain tetapi Tuhan. Kemampuan saya dalam menari tambourine menurut saya semakin lama semakin meningkat, saya tidak hanya cepat menghafalkan tarian tetapi ikut menentukan setiap gerakan pada lagu yang akan ditarikan. Setiap acara, beberapa lagu, saya diberi kepercayaan untuk menentukan gerakan yang akan dipakai. Saya selalu belajar untuk terus mengasah kemampuan saya dengan memberi batasan dalam beberapa menit harus bisa menentukan gerakan-gerakan dalam sebuah lagu. Dan terkadang menantang diri saya sendiri untuk bisa menentukan gerakan dan menghafalkan semua gerakan sesuai jumlah lagu yang diberikan selama jam latihan. Sampai pada akhirnya, saya pernah merasakan benar-benar menjadi tutor, tidak ikut menari tetapi melatih adik-adik dibawah saya. Menjadi penari tamborin juga dituntut untuk kreatif tidak hanya dalam menentukan gerakan tetapi juga kreatif dalam hal mix and match kostum, make up, aksesoris yang akan dipakai.
Dalam hal bermusik, saya pun diberi kepercayaan untuk pelayanan keyboard digereja bersama tim yang sudah tersedia sesuai dengan jadwal yang diberikan. Saya bisa keyboard secara basic karna ada kakak pembina gereja yang mengajari, setelah beliau pindah saya harus secara otodidak belajar sendiri. Itu yang membuat  ada perasaan gak percaya diri, takut salah pencet dan hal lainnya karna saya merasa kurang dalam pengetahuan. Sering orang bilang kepada saya, “mainnya jangan ragu”, ”pencetnya yang kuat aja biar bunyinya tegas”, dsb. Saya merasa tertekan setiap salah chord atau sampe lupa intro.  Tapi saat saya tahu kalau tujuan utama saya bermain keyboard bukan untuk dibilang benar atau jago tetapi untuk Tuhan, semenjak saat itu saya tidak merasa tertekan. Yang saya pikirkan adalah berikan yang terbaik, lakukan semaksimal mungkin, tidak mengandalakn diri sendiri, biar Tuhan yang bekerja. Dimasa SMP, saya mengeksplor diri dalam bermain keyboard dengan membuat band cewek yang bernama “Fackle Band”, posisi saya sebagai keyboardist. Band saya tidak hanya tampil di kegiatan sekolah tetapi pernah tampil diluar yaitu di alun-alun kota. SMA pun, saya bergabung dalam sebuah band bernama “Big Cola” yang tampil pada acara sekolah. Saya juga dikasih kepercayaan untuk menjadi pemain keyboard Paduan Suara Smansa yang selalu tampil dalam kegiatan dalam sekolah maupun luar sekolah seperti pada upacara resmi, malam tirakatan, dsb., di Kabupaten dan alun-alun kota yang dihadiri pejabat di Pemalang.
Dalam hal organisasi, saat SD saya pernah menjadi wakil tim inti pramuka dan menjadi anggota dokter kecil. Masa SMP hingga kuliah adalah awal mula saya dijuluki super sibuk karna selalu ada kegiatan organisasi. Selama dua periode saya menjabat menjadi OSIS, pada periode pertama pada Asbid VI yaitu kewirausahaan dan periode selanjutnya menjadi Bendahara umum. Tidak hanya dalam hal keuangan dan kewirausahaan, saat menjabat sebagai OSIS, saya juga mendapat peran sebagai petugas upacara yaitu pengibar bendera, dirjen padus, hingga pleton barisan. Saya juga mengikuti ekstrakulikuler PKS (Patroli Keamanan Sekolah), PKS adalah ekstrakulikuler tentang PBB dan lalu lintas dan saya menjabat sebagai ketua. Di Pramuka saya menjabat sebagai wakil pratama putri. Dimasa saya SMA, saya juga menjabat dua periode di OSIS yaitu menjadi asbid I tentang agama dan kabid V tentang sosial, HAM, kepekaan terhadap lingkungan. Saya juga mengikuti PKS dan menjadi sekretaris.  Berlanjut ke kuliah, saya pernah mengikuti BEMF Psikologi dan menjadi anggota Departemen Sosial.
Selain itu, saya sangat menyukai anak kecil. Saya pernah menjadi kakak pembina dalam Sekolah Minggu di gereja, menjadi tutor dalam bimbel SD-SMP dan menjadi salah satu volunteer dalam komunitas anak marjinal yaitu Sahabat Anak. Disini saya benar-benar belajar tentang kreativitas, bagaimana caranya untuk bisa membuat anak-anak paham dengan apa yang diberikan dengan hal yang menyenangkan. Saya dituntut untuk peka dengan apa yang mereka rasakan atau pikirkan supaya hasil dari kreativitas yang saya berikan dapat tersampaikan dan dinikmati.
Saya sekarang lagi mendalami bidang olahraga, kegiatan yang selama bertahun-tahun ingin saya tekuni tapi baru bisa terrealisasikan secara konsisten. Dulu saat SMP dan SMA saya pernah mengikuti basket dan voli tetapi hanya beberapa waktu saja . Sekarang saya menekuni olahraga futsal. Di futsal tidak hanya harus memiliki skill basic berupa passing, dribbling dan shooting tetapi dituntut untuk kreatif dalam menentukan pola main, berpikir cepat, kompak, dan saling support dalam tim. Posisi saya dalam tim futsal adalah flank dan anchor. Posisi flank sebagai motor serangan jadi saya dituntut bergerak cepat, berpindah posisi dan membawa bola dari anchor ke pivot, sedangkan posisi anchor lebih mengutamakan keakuratan dalam passing dan bertahan.
Setiap kegiatan yang pernah saya lakukan membuat saya menyadari akan pentingnya kreativitas maupun keterbakatan yang dimiliki masing-masing individu dalam hal apapun karna bisa menjadi modal atau nilai tambah saat melanjutkan kehidupan saat kuliah, bekerja hingga saat sudah mempunyai keluarga sendiri. Dalam semua bidang seperti seni, olahraga, organisasi, sosial bahkan yang lainnya, kreatifitas sangat penting. Jika kreatifitas tidak ada maka orang tersebut tidak akan bisa berhasil mengetahui bahkan melampaui kemampuannya. Banyak hal yang saya dapatkan, bayak pengalaman yang saya rasakan, banyak pengetahuan yang saya terima, dan saya sangat bersyukur akan itu semua. Fokus saya sekarang tidak hanya meningkatkan setiap hal yang saya bisa tetapi juga membagikannya ke orang-orang. 

"Pencapaian yang paling luar biasa dalam hidup adalah saat bisa memberikan impact positif untuk orang-orang."

Senin, 27 November 2017

Intervention Program on Adolescent’s Creativity Representations and Academic Motivation

Judul
Intervention Program on Adolescent’s Creativity Representations and Academic Motivation
Jurnal
Paidéia
Volume dan Halaman
25(62):289-297
Tahun
2015
Penulis
Maria de Fátima Morais, Saul Neves de Jesus, Ivete Azevedo, Alexandra M. Araújo, João Viseu
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengukur motivasi akademik dan representasi kreativitas siswa.
Subjek Penelitian
Kelompok eksperimen ada 77 siswa kelas 7-12 di sekolah-sekolah Portugis dengan usia 12-17 tahun. 42 siswa dan 35 siswi, sedangkan kelompok kontrol mencakup 78 siswa dengan karakteristik setara, pada tahun ajaran yang sama dengan 36 siswa dan 42 siswi.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pretest-posttest, dimana siswa diberikan School and Creativity Scale - Students’ Perceptions. Skala menilai representasi kreativitas yang mencangkup 25 item skala Likert yang mempunyai lima poin. Skala disusun oleh dua faktor yaitu dengan representasi tepat sebanyak 15 item dan representasi keliru sebanyak 10 item. Peserta juga diberikan skala motivasi untuk pembelajaran akademik karya Siqueira dan Wechsler (2006). Skala ini menyajikan struktur unidimensional, menilai motivasi belajar, aspek motivasi yang mencangkup 14 item skala Likert yang mempunyai enam poin.
Prosedur
Pengumpulan data dengan penilaian program dalam kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, serta melakukan dua tindakan berulang yaitu pretest dan  posttest. Penilaian yang dilakukan pada saat yang sama untuk kedua kelompok. Pengumpulan data dilakukan di kelas setelah mendapatkan izin dari kepala sekolah dan orang tua siswa yang mendapat informasi tentang tujuan penelitian ini. Urutan tugas yang diberikan sama untuk semua siswa yang berada di kelompok ekperimen maupun control. Kelompok kontrol tidak menghadiri sesi program FPSPI. Program FPSPI dilaksanakan selama empat bulan, dalam sesi mingguan dilakukan selama 45 menit oleh 13 guru. Guru tersebut sudah menerima pelatihan sebelumnya untuk program FPSPI dan, selama pelaksanaan program mereka berpartisipasi dalam pertemuan dua minggu sekali dengan penulis ketiga dari makalah ini, yang merupakan koordinator program di Portugal.
Analisis data dilakukan dengan menggunakan Paket Statistik Ilmu Sosial (SPSS). Uji t MannWhitney dilakukan untuk membandingkan hasil kelompok eksperimen dan kontrol. Tes ini dilakukan karena pada kedua kelompok kriteria normalitas sampel tidak dihargai seperti yang dievaluasi mengikuti asumsi Lapangan.
Hasil
Pada tahap pretest, hasil penelitian sebelum pelaksaan program tidak ada perbedaan yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dalam variabel representasi kreativitas  dan motivasi akademik.  Perbedaan antara nilai pretest dan  posttest untuk menilai dampak program terhadap representasi kreativitas dan motivasi, hasilnya ada perbedaan yang signifikan secara statistik antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. . Perbedaan untuk representasi yang keliru walaupun menguntungkan bagi kelompok eksperimen tapi tetap tidak signifikan secara statistik.
Future Problem Solving Programme International (FPSPI) berkontribusi pada peningkatan representasi kreativitas peserta yang sesuai, memungkinkan, secara bersamaan peningkatan motivasi akademis. FPSPI bisa menjadi alat yang berguna dalam setting pendidikan. Penggunaan skala Likert sebagai batasan. Informasi yang diberikan adalah kuantitatif.
Kelebihan
Prosedur penelitian ini tidak rumit dan ditulis dengan jelas. Bahasa yang digunakan oleh peneliti mudah dipahami. Skala dapat digunakan untuk anak berbakat.
Kekurangan
Skala yang digunakan tidak cukup untuk mengungkapkan pendapat. Informasi yang diberikan hanya berupa kuantitatif. Tidak ada posttest lain dalam jangka waktu lama setelah intervensi.

Minggu, 15 Oktober 2017

Anak Broken Home punya Kreativitas dalam Problem Solving?



Dalam segala aspek kehidupan tidak selamanya ada prosedur yang tersedia dengan jelas untuk melakukan sesuatu. Bisa saja hanya berupa panduan, atau bahkan tidak ada panduan sama sekali, yang artinya memerlukan interpretasi pribadi untuk mencapi suatu tujuan. Interpetasi ini merupakan sebuah gagasan atau ide yang dihasilkan oleh pengalaman, pembelajaran, atau bahkan percobaan (trial and error). Interpretasi satu orang dengan orang lainnya pasti akan berneda dengan beragam keunikan yang dimiliki oleh tiap orang. Ketika interpretasi diaplikasikan untuk mencapai sebuah tujuan, hal ini dinamakan sebuah kreativitas. Secara garis besar Kreativitas merupakan kemampuan merealisasikan ide imaginatif yang ia miliki.
Apakah semua orang memiliki kreativitas? Banyak orang memandang bahwa orang yang memiliki kreativitas adalah mereka yang berkecimpung dalam dunia seni, seperti pelukis, penyanyi, penulis puisi, dan sebagainya. Menurut Conny R. Semiawan, kreativitas bukan hanya kemampuan menciptakan hal baru tapi juga modifikasi dari hal lama dan menerapkannya dalam pemecahan masalah (problem solving). Jadi dapat disimpulkan semua orang memiliki kreativitas, karena setiap orang pasti membutuhkannya untuk memecahkan suatu permasalahan.
Salah satu pembentuk kreativitas ialah pengalaman, baik ataupun buruk. Menurut penelitian bahwa perceraian memberikan efek yang berbeda-beda pada tiap anak. Ada yang menjadikan bentuk kesedihan karena perpisahan menjadi sebuah motivasi, adapun yang terlarut dalam kesedihan sampai memutuskan untuk mengakhiri hidup. Setiap anak memiliki proses sendiri hingga pada sampai pada titik pemecahan masalah. Hal ini membuat penulis merasa perlu untuk meneliti adakah kreativitas mempengaruhi problem solving pada anak broken home.