Free MusicNotes Cursors at www.totallyfreecursors.com
WELCOME TO MY BLOG

Minggu, 10 April 2016

Asal Usul Paduraksa Kabupaten Pemalang

          Pada zaman dahulu kala ada seorang putri keraton  kerajaan Pemalang yang mempunyai  paras cantik dengan rambut terurai panjang sampai ke pinggul. Putri itu bernama Raden Ayu Sekar Arum. Dalam perjalanan usianya, Sekar Arum tumbuh sebagai gadis keraton yang cinta pada rakyat. Apalagi sifat sosialnya tergolong tinggi. Rakyat jelata yang hidup kurang mampu selalu menjadi perhatiannya, sehingga kegemaran wanita yang selalu cinta dengan warna hijau itu tidak segan-segan turun ke karang pedesaan untuk mengetahui secara langsung, apakah para abdi dalem terutama punggawa kerajaan bekerja dengan baik atau hanya sekedar sandiko dawuh. Di saat itulah, Sekar Arum bisa membuktikan dengan kepalanya sendiri bahwa rakyat dibawah kepemimpinan ayahnya masih perlu uluran tangan dari dirinya dan juga para penjabat yang dianggap mampu untuk membagikan sedikit rejeki kepada mereka.
          Patih Jongsari,  kepercayaan ayahnya itu ternyata menaruh hati kepada dirinya karena sebagai putri tunggal yang cantik, dirinya juga membuat para lelaki kerjaan menjadi incaran dan bahan pembicaraan. Sebagai wanita yang tidak mau melukai hati lelaki lain, maka Sekar Arum membuat sayembara yang isinya “bila ada pemuda kerajaan yang sakti mandra guna dan bisa mengayomi rakyat maka dirinya mau dipersunting untuk dijadikan istri. Nampaknya sayembara yang diucapkan oleh putri kedaton itu terdengar oleh Raden Mangoneng asal Madiun. Kebetulan Raden Mangoneng sengaja datang ke Pemalang untuk mencari ilmu dan mencari kehidupan.
          Ternyata dalam sayembara yang diadakan oleh Sekar Arum hanya 2 orang pemuda saja yang berhasil mendaftar tak pelak kedua tokoh sakti tersebut memulai pertandingan di alun-alun keraton. Perkelahian sengit dengan mengeluarkan beberapa tenaga dalam andalan telah makan beberapa jam lamanya. Namun, belum juga ada yang kalah. Perkelahian itu akhirnya bergeser sampai ke daerah hutan lebat yang dikenal wingit, 30 km ke arah selatan. Daerah yang menjadi kekuasaan para dedemit itu, jalma mara jalma mati (siapa yang datang, pasti mati) dikenal dengan nama “Randu Alas”. Perkelahian dua tokoh sakti itu ternyata tidak selesai juga dalam satu hari, sehingga sekarang daerah tersebut dinamakan “Randudongkal”.
          Perkelahian pun digeser ke utara sedikit. Raden Mangoneng dan Patih Jongsari menyingkir untuk mengatur tenaga dan nafas, maka setelah ramai menjadi desa, daerah tersebut dikenal dengan nama “Desa Semingkir”. Entahlah, tiba-tiba angin besar bertiup dengan kencangnya, 2 pemuda sakti itu terbang sekitar 15 km ke daerah utara. Di situ Raden Mangoneng melihat ada kubangan besar seperti gua ular setelah kakinya menancap di lumpur tengah hutan. Dalam perkataannya, bila nanti daerah itu ramai maka dia menamakan daerah itu menjadi desa Lenggerong diambil dari kata “Gerong” (berlubang).
          Dalam kurun waktu 3 hari, dua orang pemuda yang ingin merebut hati seoarng gadis cantik kerajaan tersebut, tidak ada yang mau mengalah antara satu dengan lain. Mereka ingin membuktikan bahwa siapa yang sakti, dialah yang pantas mendampingi Sekar Arum. Tibalah dua pemuda itu di pinggiran hutan, mereka saling bertengkar mulut hingga burung binatang di hutan “Siraung” (kini dusun Sirau). Semuanya kabur karena melengkingnya suara sakti yang dipertengkarkan dalam adu mulut itu. Mengakhiri perkelahaian itu. Patih Jongsari kemudian mengambilkan air kepada Mangoneng karena kehausan. Kebetulan di sekitar daerah tersebut ada segenthong air. Mereka meminum air tersebut sampai hilang dahaga. Tempat ditemukannya air guci itu dikenal dengan nama dusun “Sigenthong, Sewaka”.
          Kemudian setelah rasa haus hilang dan menyadari betapa bodohnya meraka karena hanya merebutkan seorang perempuan keajaaan dan nyawa seabagai taruhannya. Maka daerah tempat berkumpul dan menjalin persahabatan akibat perang mulut itu yang pada muaranya dapat merasakan kenikmatan berkawan, lalu mereka berdua menamakan desa “Paduraksa”, diambil dari kata “Padu” (perang mulut) dan “raksa” (merasakan kenikmatan), hingga tokoh kerajaan baik dari putra asli daerah yaitu Patih jongsari dan pendatang Raden Mangoneng dapat bersatu membangun Pemalang. Diskriminasi tidak sejalan dengan ide dua tokoh itu. Untuk bersatu membangun Pemalang tentunya ide dari luar bersifat membangun juga diperlukan. 

          Cerita rakyat ini merupakan legenda, lebih tepatnya legenda setempat, dikarenakan berhubungan dengan asal-usul nama salah satu kelurahan di Kabupaten Pemalang yang sampai saat ini masih ada. Sumber dari cerita ini adalah beberapa narasumber yang asli dari kelurahan Paduraksa dan tinggal di kelurahan tersebut.

Tidak ada komentar :

Posting Komentar